- dia sering mengatakan, aku adalah jalannya mencari hidup.. karena dengan bersamaku dia akan mendapatkan harta keluarganya,.. tapi kemudian, suatu saat perkataan itu terasa berbeda.. aku bukan sekedar bendanya, tetapi berubah menjadi petunjuknya -
“
gue ngerasain sesuatu sejenak.. seperti ngak mau berhenti, saat dia nyentuh gue..”
“ Hah!.apaan, bilang lagi ? nyentuh lo! astaga!
Kalian?! Udah? “ dengan spontan aku langsung membekap mulut Silla.
”
jangan keras2 dong Sil !! “ ucapku sedikit berbisik, benar saja, Silla memang
tidak tau sikon bila hendak berbicara, seperti tadi, jika orang lain
mendengarnya apa yang akan mereka tuduhkan padaku, masih bagus jika mereka
tetap acuh. tapi melihat dari reaksi baru saja yang aku terima, aku sangat yakin
negara ini masih belum banyak memiliki orang-orang seperti itu.
“ Abisnya lo cerita setengah-setengah, guakan
penasaran Cha !”
“
iyaiya gua cerita, jadi tadi malem.. aduh kok gua jijik sendiri ya, lo tau kan..
sebenarnya gue memiliki rasa ketakutan tersendiri sejak awal dan tadi malam
itu.. gue sama dia... ” aku menghentikan penjelasan aneh yang aku katakan.
“...
ehm.. gue yakin tadi malam gue mabuk berat, makanya...” PLAAK aku merasakan
sakit dikeningku. “ sejak kapan lo bisa minum! Udah deh jangan berbelit-belit” ungkap
Silla dengan tangan yang dikibas2kan.
“
gue takut jatuh, akhirnya gue malah... argh tau ah bingung gue “ Aku mengerang.
“ Jadi.. “ tanya Silla kemudian, aku menaikan bahuku
“
ahh. Tunggu dulu. Gue mencium sesuatu disini. “ ungkap Silla dengan wajah yang
tak bisa aku artikan, dia tersenyum menakutkan. Aku menyipit.
“
lo suka dia!” ucap Silla dengan nada berbinar
“
APA?! Hahaa jangan bercanda dong, ngak mungkin lah! ” elakan yang aku rasa
belum tepat atau mungkin memang tidak benar.
“
masih bisa ngelak, lo jelas-jelas suka dia Cha.. merasakan sesuatu yang
berlainan dari biasanya, rasa yang tak ingin berhenti. Itu tandanya lo suka
dia.. “ Aku menggeleng. Apa yang dia pikirkan! Itu sangat mustahil, mungkin aku
memang merasakan hal-hal itu, tapi... ah! Entahlah. Tiba-tiba saja Silla
menghentikan tawa sekaligus ejekannya, ia terus memandang arah belakangku aku
memutar kepalaku kearah belakang ada seseorang yang berdiri disana, dan aku
sangat tau siapa dia, Rakka. Aku terdiam menatapnya memikirkan tentang dia yang
mungkin mendengar hal apa yang aku bicarakan dengan Silla.
“
lo. ngapain lo disini? “ tanyaku padanya
“
lo sendiri? Ngomongin orang? Dasar tukang gosip! “ ucapnya dengan menampilkan
wajah acuh yang dari dulu tak pernah aku sukai.
“
APA!? Lo tadi bilangin gue apa!? “ bentakku keras, aku mengerutkan alis,
bingung. Dia mendengar pembicaraan kami.
“
Kunci lo ketinggalan..” dia melemparkan sebuah benda kecil kearahku. Untung aku
bisa menangkapanya.
“
terimakasih dong! Kalo ngak ada itu lo ngak mungki bisa masuk rumah “ aku
menatapnya sinis. Orang ini tulus menolong atau tidak!.
“
ya! makasih . “ ujarku singkat sekaligus sinis. setelah memberikan kunci dia
langsung ngacir pergi lagi. Setelah itu aku langsung menatap Silla, dia menatap
Rakka dengan mulut menganga pandangannya beralih padaku saat Rakka sudah hilang
dari pandangannya.
Aku
menatapnya protes. Cinta? Apanya yang cinta, bertemu dengannya saja sudah membuat
kesabaran habis! Harusnya ada yang menanyakan padaku mengapa aku bisa hidup
dengan laki-laki ngak berotak itu!.
“ cool! Ntar kalo lo udah bosen oper ke gue ya
Cha” ucap Silla ngasal, emang barang apa dioper-oper!.
“
barang apa dioper, ga usa lo minta tuh ambil aja.. enek juga gua sama dia”
Silla menatapku
“
suami lo bener-bener Cool Cha, bayangin aja padahal tadi malam kalian udah
melakukan hal yang spesial, tapi dia tetap bisa bersikap dingin dan seakan ngak
terjadi apa-apa.. Oh my God”
“Hah!
Yang bener aja? special something apaan lagi!. Yang ada kalo gue inget pas
bangun tadi pagi, jijik kali! Hiyyy bayangin aja, liat Rakka naked gitu. Jangan
mikir macem-macem deh Sil!!”
“
2 bulan dari sekarang gue saranin lo ke dokter kandungan deh Cha.. siapa tau
lo-“
“
SILLAAAA!!”
***
“
apa ?? “ aku terus memikirkan semua ini, ohh beberapa hari ini pikiranku terus
di penuhi oleh seseorang yang bernama Rakka.. Raissa ayolah hilangkan bebanmu
bukahkah selama ini kamu tidak pernah memikirkan orang itu, jadi kenapa kamu
harus pusing2, anggap semua seperti biasa...
“
neng udah nyampe.. “ aku tersadar dari lamunanku.. ternyata taksi yang aku
tumpangi sudah sampai tepat di depan rumah... rumah masih gelap, lampu belum
dinyalakan, berarti Rakka belum pulang, aku liat arlogiku, waktu masih
menunjukan pukul sembilan malam tapi kenapa Rakka belum pulang juga, ini tidak
seperti biasanya. apa dia menginap di tempat Reza (temenya Rakka blastera
jerman indo, lumayan tampan ), aku coba telpon aja deh, belum sempat aku menekan
dial pada layar handphoneku, tiba2 Rakka datang dengan mobil Benz hitamnya
itu,.. sepertinya dia terkejut melihat ku ada diluar rumah.
“
ngapain lo diluar?! Ngecengin orang ronda lu?”. Ngak nyapa, ngak ada ekspresi
khawatir sedikit pun, dan parahnya senyum pun enggak!.
“
ishh...” desisku sengit
“
Acha... “ aku langsung mundur, berusaha
sejauh mungkin. Dan sepertinya dia menyadari hal itu “ gue minta maaf soal
malam itu! Anggap aja itu ngak pernah terjadi!” ujarnya seraya membuang muka.
Entah kenapa mendengar itu aku sedikit kecewa.. Eh? Aku kenapa? Seharusnya aku
tidak perlu kecewa, sedih atau hal lainnya.
“
hekh! Masih inget lo sama kata maaf! Kirain udah ilang dari otak lo itu”
ungkapku sambil membuang muka
“
hee.. terserah lo pokonya lupain masalah itu! gue ga mau denger kita debat
masalah itu lagi, And stop thinking about that!” aku membelalak, lupain dia
bilang! Segampang itu apa!? Yakin gue ni org ga punya otak + hati nurani! Biar
gimana juga gue yang rugi!
“
HAPAHH! Lupain lo bilang! Lo pikir itu apaan, Cuma jari yang kepotong pisau!
ASTAGA LO!” aku memekik sekeras2nya, ditengah sunyinya perkomplekan rumah.
“sssttt..
lo mau kita diarak keliling kampung!.... terus gue harus gimana? ngawinin lo?
heyy!! Buka mata lo, kita lagi di posisi itu! gue suami lo! we in wedding!” dia
balik membentak ke arahku, aku mengepalkan tangan sambil menahan hawa panas
yang sebentar lagi akan menyembur.
“
AARRGH! Gila lo! enek gua lama2 ngomong ama lo!!” ucapku seraya masuk kedalam
rumah. Aku tak peduli lagi.
BRAAKK!
Pintu
kamar ku banting dengan keras! Aku membencinya! Sungguh-sungguh membencinnya.
Apa ini? Aku melap pipiku dengan punggung tangan. Aku menangis, mungkin aku
menangisi masa depanku.. aahh rasanya semakin sedih!. Harusnya aku tau kawin
kontrak itu bukan ide yang baik, harusnya aku menolak saja! Liatkan apa
akibatnya!.
Tak
kusadari tanganku mulai meraba perutku, mengusapnya lembut. Bagaimana jika?
ARGH mikir apasih aku ini! Jangan! Jangan sampai!.
***
2
minggu kemudian.....
Kenapa
ucapan Rakka yang menganggap malam itu tidak penting membuatku gelisah.. dan
sekarang kegelisahanku terbukti!! I’M PREGNAT!! aahhh ya Tuhan aku benci
memikirkan bagaimana nantinya, mungkin aku akan melahirkan anak tanpa seorang
ayah, Rakka tidak mungkin memikirkannya... ARGH kenapa pikiranku jadi konyol
begini!. Sebaiknya mulai sekarang aku meyakinkan diriku sendiri, lagi pula
sekarang aku tidak sendiri.. aku punya dia.. karena kejadian ini, iya
begitu!... tapi tetap saja aku kehilangan sesuatu yang berharga, kenapa
sekarang aku benci dengan surat kontrak yang 1 bulan lagi akan berakhir itu,
kenapa aku ingin itu lama lagi baru berakhir. Sekarang aku tidak akan pernah
kembali normal. Dan itu semua hanya karena satu orang saja, Rakka. kenapa nasip
gue malang banget sih.. aaaaaaaa
***
Sedangkan
Rakka yang dalam perjalanan pulang, didalam mobilnya, juga memikirkan hal bodoh
yang telah dia lakukan pada Acha. Apa yang membuatnya bisa sampai melakukan
itu. tapi.. jujur saja saat itu ia pun tak mengerti, getaran apa yang terjadi
sehingga ia mampu ....... aah ya sudahlah semua sudah terjadikan!.
“
Arghh!” dengusnya kesal. Ia menepi tepat didepan rumah, lalu dengan cepat
membuka pagar dan memasukan mobilnya. Tangannya membuka pintu rumah dengan
ragu, tapi akhirnya ia buka.. gelap.. ini memang tidak ada bedanya dengan
hari-hari biasanya, tapi entah kenapa ia merasakan sepi yang begitu dingin di rumah
ini, seakan tiada yang bersedia berbicara sepatah katapun.
Sudah
2 minggu ini Rakka jarang melihat Acha, padahal mereka tinggal bersama dalam
satu atap. Tetapi seakan memang berusaha menjauhi Acha selalu pergi sebelum
Rakka bangun, dan pulang sebelum Rakka pulang lalu langsung masuk kamar dan
menguncinya, pokoknya ia tak mau menampakan wajahnya dihadapan Rakka.
Rakka menatap pintu kamar Acha yang sudah
tertutup, ia meraih kenopnya perlahan lalu memutar kenop itu, sayangnya pintu
itu ternyata terkunci.
“
Cha? Lo udah pulang?” tanya Rakka dari balik pintu. Tak ada jawaban bahkan
suara pun tak ada sama sekali.
Rakka mendesah lemah “ oke.. gue ga akan
ganggu lagi, malam”
Rakka
berjalan menuju dapur, mengambil segelas air dingin di kulkas, matanya menatap arah
jendala, diluar sana, ditengah kegelapan malam dan hanya disinari lampu taman,
ia menemukan seseorang yang tengah berjongkok di tengah rerumputan halaman,
wajahnya menunduk dengan piyama yang melekat pada tubuhnya dan rambut yang
dikuncir kuda. Acha~
Acha
memainkan jarinya pada rerumputan memikirkan hal itu! bagaimana caranya,
bagaimana agar bisa kembali lagi menjadi normal?!. Ahh sepertinya mustahil. Air
matanya kembali mengalir perlahan, hingga menjadi isakan pedih. Rakka
menatapnya dengan seksama, pandangan yang tidak bisa diartikan. Akhirnya ia
bertemu juga dengan gadis itu. Ia merasa jika gadis itu seperti ini, ia akan
menderita.
Perlahan
langkah kakinya bergoyang menghampiri gadis itu
“
ehm... dingin-dingin diluar! Mau sakit lo?” Acha menghentikan aktivitasnya,
melap air mata lalu menengok arah belakang, disana Rakka berdiri
menyampinginya. Melihat Rakka membuat pikirannya tambah kacau!. Acha tidak
membalas ucapan Rakka, ia mengacuhkannya.
Rakka
melihat dengan jelas, hidung dan mata Acha merah, gadis itu menangis. Hatinya
mencelos seketika, getaran itu kembali, getaran yang seakan tidak pernah rela
melihat Acha seperti ini.
Hening~
Acha
tak mendengar suara Rakka lagi dibelakangnya. Apa Rakka sudah pergi? Acha
menengok kearah belakang dan memang sudah tiada siapa-siapa lagi. Secara
spontan Acha mendengus kesal “Bodoh!” batinya. Acha menghentikan aktivitas
anehnya tadi, kemudian berusaha berdiri sampai....
Degg...
Ia
merasakan kain selimut hangat menutupi tubuh bagian belakangnya. Spontan ia
menengok lalu mendapati Rakka yang juga berjongkok tengah menyelimuti tubuhnya.
Rakka
tersenyum ke arah gadis itu, matanya yang gelap itu menatap lurus kemanik mata
Acha membuat gadis itu kembali teringat saat terakhir mata ini menatapnya
seperti itu (accident!).
“
Rakka?.... “ ucap Acha pelan, Rakka yang saat itu masih memakai kemeja kerja
yang lengannya digulung sampai siku, terlihat tampan dimata Acha, sudah berapa
lama rupanya ia menjauh dari laki-laki ini.. ia
merindukannya. Kemudian Rakka mengikuti Acha duduk direrumputan,
Acha terus memperhatikannya, tak ia sadari Rakka semakin dekat padanya.
Rakka
merasakan sakit, ketika melihat mata itu masih berkabut. Ia memang sangat
salah!
“
dingin! Jangan diluar” ujar Rakka sambil mengambil sejumput rambut dari wajah
Acha
“
mending tidur didalem..” tambahnya kemudian. Acha bengong menatapnya, Astaga
Rakka salah makan apaan nih! Tunggu menu makan malam tadi? Emm.. oiya mana gua
tau ya. So.. whats wrong with him?! Kenapa gue jadi merinding gini. Batin Acha
benar-benar bingung dengan sikap Rakka yang mendadak baik tingkat dewa gitu. Setelah
bisa dikatan 2 minggu tidak bertemu.
“
Kka? Lo salah makan ya?” ucap Acha tanpa sadar. “ hah?” ujar Rakka bingung
melihat gadis dihadapannya ini menatapnya heboh.
Pletak!
“ dasar bodoh! emang gue kenapa?, jadi lo ngira gue salah makan hah!” pekik
Rakka menjitak kepala Acha.
“
ya abisnya tumbenan aja lo baik.. siapa tau salah makan!” ujar Acha mengelus2
kepalanya.
“
ckckckck. Pikiran lo tuh butuh direfresh biar ga berprasangka buruk terus sama
gue!!” omel Rakka, Acha hanya menatapnya protes tanpa melawan lagi.
Lalu
mereka berdua sama-sama terdiam, untuk beberapa saat.
“
i’ve saying with u, dont think about that again.. dont hurt your self” Acha
menyernyit menatapnya bingung. Sesuatu?? Aahh aku kembali memikirkan hal itu...
Batin Acha mencelos
“
apa? Gue ngak kepikiran apa-apa, and not hurt my self” jawabnya menunduk, lalu
mengeratkan pelukkannya pada lutut. Entah kenapa Acha seperti tak mau menatap
Rakka lagi.
“
Cha.. kontrak nikah tinggal 1 bulan lagi kan” Acha dengan cepat menengok.
Maksud Rakka ngomongin ini apa?... please, jangan karena alasan dia udah
bener-bener final mau pisah dari gue.. gimana sama gue?... how about my baby?
“
maksud lo? lo mau cere?” jawabku lemas, bahkan perkataan ku seperti melayang
dibawa angin.
“Bukan
gitu.. gimana kalo kita perpanjang kontraknya sampai lo.. ya kalo itu beneran..
melahirkan mungkin? Sampai lo melahirkan? Tinggalah sama gue...” Acha tercekat.
Oh God.. does he can read my mind?!!
“
HEH! Lo sinting ya! Gue ngak hamil! Gue pikir setelah 2 minggu gue diemin lo,
lo akan ngerti, this only not about our, but there’s a one person again!”
teriak Acha yang mungkin kekuatannya mencapai 12,5 skala richter!
“
gue sadar, gue tau.. jadi sebaiknya kita akhiri semua ini... gue ga mau
nyakitin lo, tapi kalo kenyataannya lain.. dan lo hamil, gue harus bertanggung
jawab“
“
astaga gue beneran geli denger omongan lo! OKE sekali lagi gue tegasin! GUE
NGAK HAMIL!! Paham?!!! Dan kalo lo mau ini berakhir, kita akhiri!!” lalu Acha
pergi meninggalkan Rakka. Napasnya terasa berat.. ia tak mungkin mengakui
bayinya.. karena Rakka tidak pernah menganggap itu penting.. ia tak
menginginkannya, bahkan saat ini Rakka sudah menyinggung tentang berpisah a.k.a
cerai.
“
Acha gue belum selesai!!” teriak Rakka, namun Acha tak menggubrisnya, ia terus
berjalan tanpa menoleh lagi. Rakka mengejarnya sampai kamar, saat hendak
mencoba masuk kamar Acha, Acha menyadari bahwa Rakka mengikutinya, langsung siap
menutup pintu kamar. Pintu itu tidak sepenuhnya tertutup Rakka menahannya.
“
Apaan sih lo Kka!!!” bentak Acha sambil tetap berusaha menutup pintu. Disisi
sebaliknya Rakka juga sedang sekuat tenaga membuka pintu itu “ gue belum selese
ngomong, jangan main kabur aja!” bentak Rakka balik. tapi Acha terlanjur sakit
hati, dia bahkan ga tau apa setelah ini dia masih mau ngomong sama Rakka.
BRAAAKK..
pintu sukses terbuka, ternyata kekuatan alam selalu benar, wanita tidak mungkin
menang melawan pria itu sebabnya wanita diciptakan untuk dilindungi bukan
disakiti!
Acha
terjungkal kelantai, Rakka yang melihat itu langsung menghampiri Acha. Tidak!
Pergelangan Acha terkilir. Rakka merengkuh Acha hendak menggendongnya, namun tangannya
ditepis sang pemilik tubuh, masih ada rasa sakit dihatinya!.
“
please Achaa....!” Rakka menghembuskan napasnya kuat-kuat berharap bisa meredam
suaranya. Akhirnya Acha menyerah, keras kepala bukan hal yang benar untuk saat
ini, ia tidak mau bersusah payah naik ke atas kasur. Dan bersamaan dengan
kakinya yang sakit, perutnya juga tiba-tiba sakit.
Rakka
membaringkan Acha, kemudian duduk dipinggiran kasur menghadap Acha yang sudah
duduk disenderan tempat tidur. Lalu meraih pergelangan kaki Acha yang terkilir.
“
harusnya lo jangan keras kepala!” ujar Rakka kemudian berlalu mengambil sesuatu
dilaci Acha. Matanya meneliti ditengah kegelapan, ya kamar Acha hanya disinari
lampu kecil yang hanya mampu menimbulkan cahaya orange samar.
Rakka
menyentuh sesuatu, benda lonjong dingin dan keras, Ahh mungkin itu saleb
pendingin, lantas Rakka lansung mengambilnya, dan membawanya ketempat yang
lebih bercahaya. Ia duduk disamping Acha lagi, Acha hanya menatapnya sambil
menguruti pelan kakinya serta membelai perutnya yang masih sakit... semoga
bayinya tidak apa-apa.
Rakka sempat bingung dengan bungkus saleb itu.
aneh! Batinnya, tapi tak mengurungkan niatnya untuk membuka, setelah membukanya
barulah Rakka tau apa isi kotak itu yang sebenarnya.. testpack dua garis positif yang diberikan Silla kepada Acha 5 hari
yang lalu. Rakka terpaku, tubuhnya membeku, menyaksikan benda milik Acha itu. seneng atau apaya?
Acha
menatap Rakka, kemudian beralih ke benda yang tengah dipegang Rakka. Astaga!
Benda itu! kenapa ada ditangan Rakka. Batin Acha matanya melotot Argh! Ia
menyesal kenapa tidak langsung membuang benda itu saat menerimanya, dan kenapa
malah mencobanya! Akhirnya ia malah mengetahui hal yang ia takutkan. Rakka
menatapnya penasaran seakan bertanya –ini apaan cha?- Acha meneguk ludah susah
payah, mencoba mengumpulkan udara untuk bernapas!. Rakka semakin tajam menatapnya
meminta penjelasan.
“
lo hamil Cha?” kata-kata itu meluncur begitu saja, seperti tak dapat dibendung.
Acha semakin susah bernapas. matanya melukiskan rasa takut yang amat!. Ia
menunduk tak mau lagi menatap Rakka.
“
Cha! Lo hamil?” ulang Rakka sambil mencengkram pelan bahu Acha. Acha tak bisa
menjawabnya ia hanya menangis. Rakka menatap Acha tak mengerti, kenapa wanita
itu tidak berkata apa-apa, malah terkesan menyembunyikan masalah ini. Rakka
menegapkan badannya. Kemudian menatap Acha penuh tanya.
“
iii..ii.. itu punya.. Silla, bukan punya gue kok!” Ujar Acha dengan nada
meyakinkan yang justru terkesan gugup.
“
Bohong! Lo pasti bohong, ga mungkin ini punya Silla. Diakan belum nikah dan ga
punya pacar.. ga mungkin dia hamil!” Rakka berteriak sambil mencengkram benda
itu + natap Acha tajam
“
eh! Waa lo ga boleh tau ngolokin Silla gitu, dia itu diem-diem pacarnya
banyak!”
“
eh lo pikir dengan punya banyak pacar Silla bisa gampang hamil, jadi Silla...”
Rakka memicing, berekspresi seakan-akan menerka dan itu membuat Acha membelalak
kira-kira apa yang dipikirin Rakka.
“
bisa jadi Kka, kan sekarang lagi jaman tuh One
Stand Night sembarangan!” ujar Acha sambil angguk-angguk. PLETAK! Rakka
menjitak kepala Acha lagi~
“
Eh otak lo didengkul ya! Lo kenal Silla udah berapa lama sih?! Ga yakin gua
bertahun-tahun.. temen macam apalo, bisa-bisanya nuduh sahabatnya kaya gitu! “
“
kok lo jadi belain Silla!!”
“
Yaiyalah, anak PG 3 tahun juga kalo diceritain bakal bela Silla! Sekarang jujur
ajadeh! Atau gue..” Rakka kembali membungkuk, mendekat ke wajah Acha.
“
STOP! Mau apalo?!! ” Acha reflek menutup bibirnya dan mundur beberapa senti.
“
tukan.. semua alasan lo itu payah. udahlah ngaku aja! ini punya lo kan?!” Acha
meringis pelan otaknya berputar mencari alasan yang semoga dapat melumpuhkan
semua kecurigaan Rakka.
“
Bukan! Itu punya Silla! Mungkin ajakan bukan dia yang make bisa aja emaknya
atau pembantunya mungkin “ ARGH alasan yang ga banget, mana bisa melumpuhkan
kecurigaan Rakka, yang ada Rakka ngakak kali denger alasan yang mirip kaya
ocehannya Acha.
“
ckckck.. ga ini punya lo!” ulang Rakka matanya menyipit.
“
Bukan!” balas Acha lebih nyaring
“
terus lo pikir deh kalo lo tetep kekeh ini punya Silla napa ada dikamar lo, lo
nyolong gitu dari Silla buat observasi? Atau mau buat pratice?” Acha
membelalak, apanya yang pratice!!
“
maksud lo apa?!!!” lalu seketika raut wajah Rakka berubah, tatapannya lebih
dalam menembus ke dalam hati Acha.
“
apa lo ga suka kita punya anak Cha?”
“
kenapa lo ga mau bilang sama gue, kenapa lo sembunyikan!” ujar Cakka suaranya
pelan dan tenang, sudah cukup Acha menyembunyikan hal itu. sekarang mungkin
saatnya.
“
gue takut Kka.. lo ga menginginkan dia..” jawab Acha pelan. Tak banyak kata
lagi Rakka langsung memeluknya.
***
“apa
ini?” aku terbangun di tempat yang tak asing bagiku hanya saja aku mendengar
suara yang sangat asing, langit-langit diluar berwarna biru keabu-abuan.
Ternyata sudah subuh, selain itu diposisi ini aku bisa merasakan ada alas empuk
yang ku sandari. Ada detakan yang kuat. Aku meraba sekelilingku... ini..
Aku
terlonjak kaget saat tau bahwa alas empuk itu ternyata adalah Rakka, ternyata
semalam bukan mimpi kami memang tidur. Aku beralih pada Rakka, ia menyenderkan
kepalanya diatas kepalaku, aku memegang kepalanya mencoba menyingkirkan itu
tapi sebisa mungkin aku berusaha agar ia tak terbangun, aku menyentuhnya pelan
dengan dua telapak tanganku, Sungguh wajah yang Lugu sangat jauh dibandingkan
saat ia terbangun. Aku menatapnya teduh
DEG...
Dan
kini aku benar-benar mati rasa saat kepala itu malah menyender dibahuku,
sebenarnya aku ingin membiarkannya, seperti apa yang ia lakukan tadi malam
padaku. Tapi sekali lagi.. aku tidak bisa melakukan itu.
Ya
Tuhan, apa aku tidak bermimpi tadi malam. Dia benar-benar sudah tau bahwa aku
hamil? Aiishh! Aku mengetuk kepalaku. Bodoh! harusnya dia jangan sampai tau..
tapii..
Aku
kembali terkejut saat ia tiba-tiba saja melakukan gerakan, dengan cepat aku
melepaskan kepalanya dan meletakkannya dibantal. Saat aku berusaha bangkit,
sebuah tangan menyekalku, aku menoleh kearah belakang, Rakka sudah terbangun
dan menatapku resah.
“Rakka!”
aku menatapnya
“jam
berapa nih?” tanyanya sambil menguap. Hanya itu yang ingin ia tanyakan! Dia
kembali menjadi orang yang menyebalkan rupanya.
“jam
6” jawabku singkat. Ia berdecak. Terlambat kerja, pasti itu yang sedang ia
pikirkan.
“hari
ini ngak usah masuk kerja aja Kka... ngapapakan, toh itu juga Perusahaan punya
papah lo” Ujarku mengetahui kegelisahannya. Ia menggeleng
“jangan
mentang-mentang punya papah terus gue bisa seenaknya. gue punya tanggung jawab!
Lagian kok bisa ya gue tidur disini? Aaa.. lo ya yang bawa gue kesini?” aku
menganga tak percaya, gimana bisa dia mikir gitu, jelas2 tadi malam yang maksa2
masuk itu dia! Lagipula mna mungkin aku mampu membawa tubuhnya yang lebih besar
dariku itu kesini!!.
“ HEH SARAP! Lo amnesia
ya, yang tadi malam maksa masuk siapa hah! Lagian pake logika dong mana bisa
gua bawa badan lo yang notabene lebih gede dari gue itu kesini!!” Aku menoyor
kepalanya. Ia hanya nyengir, aku mentapnya sebel.
“
jangan salah dong, biar lo lebih kecil tapi lo lebih ganas tau.. ingetkan
waktu.. emm.. ” Aku mendelik gusar. Memangdangnya dengan tampang yang aku buat
sesangar mungkin. Kurang ajar! Dia masih bisa bercanda setelah membuatku
ketakutan.
“
hahaha iya bercanda! ” Rakka masih
nyengir.
“
emm.. tapi lain kali bolehkan kita ngulangin.. emm ” Ujarnya sambil mengedipkan
mata. Bahunya sengaja ia tabrakkan pada tubuhku. Aku mendelik ngeri
“Rakka...!!”
Ujarku menjambak rambutnya, hendak menyemburkan segala amarahku, namun akhirnya
aku urungkan, kalian tau kenapa? Dia bukan menatapku lagi, tapi semakin
mendekatkan wajahnya kewajahku... oohh jangan bilang dia mau.... aaaaa. Aku
sontak menutup mataku, jantungku berdetak cepat.
“
itu ada belek Cha..” hah? Apa tadi? Aku cepat membuka mataku, tak ada kecupan
atau lumatan. aku menatap tubuhnya yang keluar pintu itu bengong.
..
kok? Aku pikir dia mau ...... ternyata kok ......!.
END
Epilog
Aku
berlari cepat menyeberang jalan, Ya aku memang sedang tergesa-gesa. Hari ini
Silla mengajakku untuk bertemu, katanya ingin membahas tentang reuni yang
sempat kami bicarakan waktu itu. Dan aku sangat telat. Aku menghentakkan kakiku
cepat ditrotoar seberang restoran tempat kami berjanji untuk bertemu, banyak
sekali mobil. Dan akhirnya aku memutuskan untuk nekat saja berlari, tak akan
apa-apa. Namun sepertinya tidak, saat aku hampir menyebrang tiba-tiba saja dari
arah kanan ada sebuah mobil yang melaju cepat, aku tidak dapat kembali, dan kakiku
seperti tak mampu bergerak.
BRAAKK
aku
dan mobil itu berbenturan cukup keras dan aku merasakan tubuhku terhempas jauh,
tiba-tiba aku memikirkan bayi yang sudah dua bulan aku kandung, apa yang akan
terjadi padanya, sekuat tenaga aku mencoba melindunginya,.. anakku. Saat itu,
sebelum semua terasa gelap, aku mendengar suara yang sangat aku kenal, ia
memanggil-manggil namaku, Rakka aku mendengar suaranya disampingku. Hingga
akhirnya semuanya gelap.
****
Senyap.
Sepanjang hembusan napas yang aku buat, rasanya semakin berat. Seluruh tubuhku
tak dapat digerakkan. Aku ingin berbicara, sesuatu yang belakangan ini selalu
mengusik pikiranku. Sesuatu yang tak pernah bisa aku katakan, hingga saat ini.
Mengapa rasanya semakin hampa? Aku merasakan oksigen disekitarku semakin
menipis, apakah ini artinya aku akan pergi. Jangan!. Aku ingin mengatakan
sesuatu, aku ingin membuka mataku lalu melihatnya lagi. Aku ingin mengatakan “aku tidak ingin jauh darinya dan aku
mencintainya”
Acha
membuka matanya perlahan, Rakka cepat mendekatinya.. sudah 2 hari sejak
kecelakaan itu, Acha tak sadarkan diri.
“
Acha kamu udah sadar, sayang?” ucap Rakka terlihat raut kekhawatiran
diwajahnya.
“
akuu.. anak kita?” ucap Acha cepat ketika tersadar bahwa acha sedang hamil muda
“
dia baik-baik aja kok sayang, dia masih bobo disini...” ujar Rakka pelan seraya
membelai perut acha. acha menghembuskan napas lega.
“
sayang yang kuat ya disana.. mama berharap banget sama kamu..” batin Acha
sambil membelai-belai perutnya. Rakka tersenyum melihat hal itu, ada rasa
kebagian tersendiri membayangkan saat nanti anaknya lahir
“
lagian kalo nyebrang jalan itu hati-hati! Lo udah hampir bikin gue bunuh diri
dengan kecerobohan lo itu!” omel Rakka sekenanya. Acha menatapnya protes. Baru
juga sadar udah diomelin aja!.
“
maaf.... “ balas Acha sambil menunduk. Rakka tersenyum bijak, lalu membelai
rambut gadis itu penuh rasa sayang.
“
iyadeh dimaafkan” balas Rakka. Acha kontan tersenyum, rasanya tak percaya dia
akhirnya bisa melihat laki-laki ini, dan yang paling membuatnya bahagia adalah
bayi kecilnya itu tidak kenapa-napa, sungguh mukjizat.
“
Rakka...” Acha memanggil Rakka
“
kalo seandainya gue ga pernah bangun lagi... apa yang bakal lo lakuin Kka?”
tanya Acha, Rakka menatapnya tajam “ ngikhlasin lo lah!.. gimana lagi?” ujar
Rakka kemudian, Acha berdecak sambil cemberut, bukan jawaban itu yang dia
ingin!
“
oohh gitu ya udah kenapa gue bangun ya? Kenapa ga mati aja!” balas Acha. Rakka
langsung ngakak ketawa liat muka Acha yang cemberut, itu membuat Acha semakin
jengkel.
“
iyadeh.. becanda kok, jangan ngambek dong jelek banget tau” Rakka mengusap
kepala Acha lembut. Acha memandang Rakka lekat-lekat, dia ngak pernah nyangka
kalo dia dan Rakka akan punya kehidupan yang bukan diatas kertas, kehidupan
yang nyata. Tak terasa Air mata Acha menitik “ kok nangis sih ? tambah jelek
tau” Acha menampar bahu Rakka sambil cemberut udah dua kali Rakka bilang dia
jelek selama dia sadar “.. masih berlaku ga pertanyaanya?” tanya Rakka
kemudian, Acha terkesiap menatap Rakka bola mata beningnya itu bergerak-gerak
polos.
“
oke itu gue anggap iya aja deh..” ujar Rakka lagi, kemudian menghembuskan
napas.
“
Cha, mungkin lo ngak tau, sejak pertama kita ketemu gue udah mulai merasakan
getaran aneh yang selalu bikin gue pengen dan pengen lagi ketemu lo. terus saat
nyokap bilang gue harus nikah sama lo sebenernya gue suka, tapi yaaa... gue
sok-sokan nolak. Dengan nikah sama lo gue akan tau karakter lo dan apa yang
membuat gue sampai ga bisa berpaling tapi gue ngak pernah menemukan itu.. saat
menikah sama lo, dan tinggal dalam satu atap diam-diam gue selalu
memperhatiakan lo, dan saat kita berantem atau berdebat tentang hal-hal kecil
kaya anak kecil, diam-diam gue senyum dan bahagia.. dan saat lo sedih ada
getaran lain lagi yang menyerang gue... aku selalu kangen sama kamu Cha.. aku
sayang sama kamu.. aku cinta sama kamu....” Rakka menggenggam jemari Acha.
“
jadi kamu udah taukan apa jawabanya, .. tanpa kamu atau ga ada kamu.. aku
mungkin bisa hidup tapi ga bisa normal... ‘cause everything my brain, my heart,
my body and all only u..”