Rabu, 03 Oktober 2012

And All Only You

- storyline Something Different -


- dia sering mengatakan, aku adalah jalannya mencari hidup.. karena dengan bersamaku dia akan mendapatkan harta keluarganya,.. tapi kemudian, suatu saat perkataan itu terasa berbeda..  aku bukan sekedar bendanya, tetapi berubah menjadi petunjuknya -

“ gue ngerasain sesuatu sejenak.. seperti ngak mau berhenti, saat dia nyentuh gue..”
  Hah!.apaan, bilang lagi ? nyentuh lo! astaga! Kalian?! Udah? “ dengan spontan aku langsung membekap mulut Silla.
” jangan keras2 dong Sil !! “ ucapku sedikit berbisik, benar saja, Silla memang tidak tau sikon bila hendak berbicara, seperti tadi, jika orang lain mendengarnya apa yang akan mereka tuduhkan padaku, masih bagus jika mereka tetap acuh. tapi melihat dari reaksi baru saja yang aku terima, aku sangat yakin negara ini masih belum banyak memiliki orang-orang seperti itu.
 “ Abisnya lo cerita setengah-setengah, guakan penasaran Cha !”
“ iyaiya gua cerita, jadi tadi malem.. aduh kok gua jijik sendiri ya, lo tau kan.. sebenarnya gue memiliki rasa ketakutan tersendiri sejak awal dan tadi malam itu.. gue sama dia... ” aku menghentikan penjelasan aneh yang aku katakan.
“... ehm.. gue yakin tadi malam gue mabuk berat, makanya...” PLAAK aku merasakan sakit dikeningku. “ sejak kapan lo bisa minum! Udah deh jangan berbelit-belit” ungkap Silla dengan tangan yang dikibas2kan.
“ gue takut jatuh, akhirnya gue malah... argh tau ah bingung gue “ Aku mengerang. “ Jadi.. “ tanya Silla kemudian, aku menaikan bahuku
“ ahh. Tunggu dulu. Gue mencium sesuatu disini. “ ungkap Silla dengan wajah yang tak bisa aku artikan, dia tersenyum menakutkan. Aku menyipit.
“ lo suka dia!” ucap Silla dengan nada berbinar
“ APA?! Hahaa jangan bercanda dong, ngak mungkin lah! ” elakan yang aku rasa belum tepat atau mungkin memang tidak benar.
“ masih bisa ngelak, lo jelas-jelas suka dia Cha.. merasakan sesuatu yang berlainan dari biasanya, rasa yang tak ingin berhenti. Itu tandanya lo suka dia.. “ Aku menggeleng. Apa yang dia pikirkan! Itu sangat mustahil, mungkin aku memang merasakan hal-hal itu, tapi... ah! Entahlah. Tiba-tiba saja Silla menghentikan tawa sekaligus ejekannya, ia terus memandang arah belakangku aku memutar kepalaku kearah belakang ada seseorang yang berdiri disana, dan aku sangat tau siapa dia, Rakka. Aku terdiam menatapnya memikirkan tentang dia yang mungkin mendengar hal apa yang aku bicarakan dengan Silla.
“ lo. ngapain lo disini? “ tanyaku padanya
“ lo sendiri? Ngomongin orang? Dasar tukang gosip! “ ucapnya dengan menampilkan wajah acuh yang dari dulu tak pernah aku sukai.
“ APA!? Lo tadi bilangin gue apa!? “ bentakku keras, aku mengerutkan alis, bingung. Dia mendengar pembicaraan kami.
“ Kunci lo ketinggalan..” dia melemparkan sebuah benda kecil kearahku. Untung aku bisa menangkapanya.
“ terimakasih dong! Kalo ngak ada itu lo ngak mungki bisa masuk rumah “ aku menatapnya sinis. Orang ini tulus menolong atau tidak!.
“ ya! makasih . “ ujarku singkat sekaligus sinis. setelah memberikan kunci dia langsung ngacir pergi lagi. Setelah itu aku langsung menatap Silla, dia menatap Rakka dengan mulut menganga pandangannya beralih padaku saat Rakka sudah hilang dari pandangannya.
Aku menatapnya protes. Cinta? Apanya yang cinta, bertemu dengannya saja sudah membuat kesabaran habis! Harusnya ada yang menanyakan padaku mengapa aku bisa hidup dengan laki-laki ngak berotak itu!.
 “ cool! Ntar kalo lo udah bosen oper ke gue ya Cha” ucap Silla ngasal, emang barang apa dioper-oper!.
“ barang apa dioper, ga usa lo minta tuh ambil aja.. enek juga gua sama dia” Silla menatapku
“ suami lo bener-bener Cool Cha, bayangin aja padahal tadi malam kalian udah melakukan hal yang spesial, tapi dia tetap bisa bersikap dingin dan seakan ngak terjadi apa-apa.. Oh my God”
“Hah! Yang bener aja? special something apaan lagi!. Yang ada kalo gue inget pas bangun tadi pagi, jijik kali! Hiyyy bayangin aja, liat Rakka naked gitu. Jangan mikir macem-macem deh Sil!!”
“ 2 bulan dari sekarang gue saranin lo ke dokter kandungan deh Cha.. siapa tau lo-“
“ SILLAAAA!!”
***
“ apa ?? “ aku terus memikirkan semua ini, ohh beberapa hari ini pikiranku terus di penuhi oleh seseorang yang bernama Rakka.. Raissa ayolah hilangkan bebanmu bukahkah selama ini kamu tidak pernah memikirkan orang itu, jadi kenapa kamu harus pusing2, anggap semua seperti biasa...
“ neng udah nyampe.. “ aku tersadar dari lamunanku.. ternyata taksi yang aku tumpangi sudah sampai tepat di depan rumah... rumah masih gelap, lampu belum dinyalakan, berarti Rakka belum pulang, aku liat arlogiku, waktu masih menunjukan pukul sembilan malam tapi kenapa Rakka belum pulang juga, ini tidak seperti biasanya. apa dia menginap di tempat Reza (temenya Rakka blastera jerman indo, lumayan tampan ), aku coba telpon aja deh, belum sempat aku menekan dial pada layar handphoneku, tiba2 Rakka datang dengan mobil Benz hitamnya itu,.. sepertinya dia terkejut melihat ku ada diluar rumah.
“ ngapain lo diluar?! Ngecengin orang ronda lu?”. Ngak nyapa, ngak ada ekspresi khawatir sedikit pun, dan parahnya senyum pun enggak!.
“ ishh...” desisku sengit
“ Acha...  “ aku langsung mundur, berusaha sejauh mungkin. Dan sepertinya dia menyadari hal itu “ gue minta maaf soal malam itu! Anggap aja itu ngak pernah terjadi!” ujarnya seraya membuang muka. Entah kenapa mendengar itu aku sedikit kecewa.. Eh? Aku kenapa? Seharusnya aku tidak perlu kecewa, sedih atau hal lainnya.
“ hekh! Masih inget lo sama kata maaf! Kirain udah ilang dari otak lo itu” ungkapku sambil membuang muka
“ hee.. terserah lo pokonya lupain masalah itu! gue ga mau denger kita debat masalah itu lagi, And stop thinking about that!” aku membelalak, lupain dia bilang! Segampang itu apa!? Yakin gue ni org ga punya otak + hati nurani! Biar gimana juga gue yang rugi!
“ HAPAHH! Lupain lo bilang! Lo pikir itu apaan, Cuma jari yang kepotong pisau! ASTAGA LO!” aku memekik sekeras2nya, ditengah sunyinya perkomplekan rumah.
“sssttt.. lo mau kita diarak keliling kampung!.... terus gue harus gimana? ngawinin lo? heyy!! Buka mata lo, kita lagi di posisi itu! gue suami lo! we in wedding!” dia balik membentak ke arahku, aku mengepalkan tangan sambil menahan hawa panas yang sebentar lagi akan menyembur.
“ AARRGH! Gila lo! enek gua lama2 ngomong ama lo!!” ucapku seraya masuk kedalam rumah. Aku tak peduli lagi.
BRAAKK!
Pintu kamar ku banting dengan keras! Aku membencinya! Sungguh-sungguh membencinnya. Apa ini? Aku melap pipiku dengan punggung tangan. Aku menangis, mungkin aku menangisi masa depanku.. aahh rasanya semakin sedih!. Harusnya aku tau kawin kontrak itu bukan ide yang baik, harusnya aku menolak saja! Liatkan apa akibatnya!.
Tak kusadari tanganku mulai meraba perutku, mengusapnya lembut. Bagaimana jika? ARGH mikir apasih aku ini! Jangan! Jangan sampai!.
***
2 minggu kemudian.....
Kenapa ucapan Rakka yang menganggap malam itu tidak penting membuatku gelisah.. dan sekarang kegelisahanku terbukti!! I’M PREGNAT!! aahhh ya Tuhan aku benci memikirkan bagaimana nantinya, mungkin aku akan melahirkan anak tanpa seorang ayah, Rakka tidak mungkin memikirkannya... ARGH kenapa pikiranku jadi konyol begini!. Sebaiknya mulai sekarang aku meyakinkan diriku sendiri, lagi pula sekarang aku tidak sendiri.. aku punya dia.. karena kejadian ini, iya begitu!... tapi tetap saja aku kehilangan sesuatu yang berharga, kenapa sekarang aku benci dengan surat kontrak yang 1 bulan lagi akan berakhir itu, kenapa aku ingin itu lama lagi baru berakhir. Sekarang aku tidak akan pernah kembali normal. Dan itu semua hanya karena satu orang saja, Rakka. kenapa nasip gue malang banget sih.. aaaaaaaa
***
Sedangkan Rakka yang dalam perjalanan pulang, didalam mobilnya, juga memikirkan hal bodoh yang telah dia lakukan pada Acha. Apa yang membuatnya bisa sampai melakukan itu. tapi.. jujur saja saat itu ia pun tak mengerti, getaran apa yang terjadi sehingga ia mampu ....... aah ya sudahlah semua sudah terjadikan!.
“ Arghh!” dengusnya kesal. Ia menepi tepat didepan rumah, lalu dengan cepat membuka pagar dan memasukan mobilnya. Tangannya membuka pintu rumah dengan ragu, tapi akhirnya ia buka.. gelap.. ini memang tidak ada bedanya dengan hari-hari biasanya, tapi entah kenapa ia merasakan sepi yang begitu dingin di rumah ini, seakan tiada yang bersedia berbicara sepatah katapun.
Sudah 2 minggu ini Rakka jarang melihat Acha, padahal mereka tinggal bersama dalam satu atap. Tetapi seakan memang berusaha menjauhi Acha selalu pergi sebelum Rakka bangun, dan pulang sebelum Rakka pulang lalu langsung masuk kamar dan menguncinya, pokoknya ia tak mau menampakan wajahnya dihadapan Rakka.
 Rakka menatap pintu kamar Acha yang sudah tertutup, ia meraih kenopnya perlahan lalu memutar kenop itu, sayangnya pintu itu ternyata terkunci.
“ Cha? Lo udah pulang?” tanya Rakka dari balik pintu. Tak ada jawaban bahkan suara pun tak ada sama sekali.
 Rakka mendesah lemah “ oke.. gue ga akan ganggu lagi, malam”
Rakka berjalan menuju dapur, mengambil segelas air dingin di kulkas, matanya menatap arah jendala, diluar sana, ditengah kegelapan malam dan hanya disinari lampu taman, ia menemukan seseorang yang tengah berjongkok di tengah rerumputan halaman, wajahnya menunduk dengan piyama yang melekat pada tubuhnya dan rambut yang dikuncir kuda. Acha~
Acha memainkan jarinya pada rerumputan memikirkan hal itu! bagaimana caranya, bagaimana agar bisa kembali lagi menjadi normal?!. Ahh sepertinya mustahil. Air matanya kembali mengalir perlahan, hingga menjadi isakan pedih. Rakka menatapnya dengan seksama, pandangan yang tidak bisa diartikan. Akhirnya ia bertemu juga dengan gadis itu. Ia merasa jika gadis itu seperti ini, ia akan menderita.
Perlahan langkah kakinya bergoyang menghampiri gadis itu
“ ehm... dingin-dingin diluar! Mau sakit lo?” Acha menghentikan aktivitasnya, melap air mata lalu menengok arah belakang, disana Rakka berdiri menyampinginya. Melihat Rakka membuat pikirannya tambah kacau!. Acha tidak membalas ucapan Rakka, ia mengacuhkannya.
Rakka melihat dengan jelas, hidung dan mata Acha merah, gadis itu menangis. Hatinya mencelos seketika, getaran itu kembali, getaran yang seakan tidak pernah rela melihat Acha seperti ini.
Hening~
Acha tak mendengar suara Rakka lagi dibelakangnya. Apa Rakka sudah pergi? Acha menengok kearah belakang dan memang sudah tiada siapa-siapa lagi. Secara spontan Acha mendengus kesal “Bodoh!” batinya. Acha menghentikan aktivitas anehnya tadi, kemudian berusaha berdiri sampai....
Degg...
Ia merasakan kain selimut hangat menutupi tubuh bagian belakangnya. Spontan ia menengok lalu mendapati Rakka yang juga berjongkok tengah menyelimuti tubuhnya.
Rakka tersenyum ke arah gadis itu, matanya yang gelap itu menatap lurus kemanik mata Acha membuat gadis itu kembali teringat saat terakhir mata ini menatapnya seperti itu (accident!).
“ Rakka?.... “ ucap Acha pelan, Rakka yang saat itu masih memakai kemeja kerja yang lengannya digulung sampai siku, terlihat tampan dimata Acha, sudah berapa lama rupanya ia menjauh dari laki-laki ini.. ia merindukannya. Kemudian Rakka mengikuti Acha duduk direrumputan, Acha terus memperhatikannya, tak ia sadari Rakka semakin dekat padanya.
Rakka merasakan sakit, ketika melihat mata itu masih berkabut. Ia memang sangat salah!
“ dingin! Jangan diluar” ujar Rakka sambil mengambil sejumput rambut dari wajah Acha
“ mending tidur didalem..” tambahnya kemudian. Acha bengong menatapnya, Astaga Rakka salah makan apaan nih! Tunggu menu makan malam tadi? Emm.. oiya mana gua tau ya. So.. whats wrong with him?! Kenapa gue jadi merinding gini. Batin Acha benar-benar bingung dengan sikap Rakka yang mendadak baik tingkat dewa gitu. Setelah bisa dikatan 2 minggu tidak bertemu.
“ Kka? Lo salah makan ya?” ucap Acha tanpa sadar. “ hah?” ujar Rakka bingung melihat gadis dihadapannya ini menatapnya heboh.
Pletak! “ dasar bodoh! emang gue kenapa?, jadi lo ngira gue salah makan hah!” pekik Rakka menjitak kepala Acha.
“ ya abisnya tumbenan aja lo baik.. siapa tau salah makan!” ujar Acha mengelus2 kepalanya.
“ ckckckck. Pikiran lo tuh butuh direfresh biar ga berprasangka buruk terus sama gue!!” omel Rakka, Acha hanya menatapnya protes tanpa melawan lagi.
Lalu mereka berdua sama-sama terdiam, untuk beberapa saat.
“ i’ve saying with u, dont think about that again.. dont hurt your self” Acha menyernyit menatapnya bingung. Sesuatu?? Aahh aku kembali memikirkan hal itu... Batin Acha mencelos
“ apa? Gue ngak kepikiran apa-apa, and not hurt my self” jawabnya menunduk, lalu mengeratkan pelukkannya pada lutut. Entah kenapa Acha seperti tak mau menatap Rakka lagi.
“ Cha.. kontrak nikah tinggal 1 bulan lagi kan” Acha dengan cepat menengok. Maksud Rakka ngomongin ini apa?... please, jangan karena alasan dia udah bener-bener final mau pisah dari gue.. gimana sama gue?... how about my baby?
“ maksud lo? lo mau cere?” jawabku lemas, bahkan perkataan ku seperti melayang dibawa angin.
“Bukan gitu.. gimana kalo kita perpanjang kontraknya sampai lo.. ya kalo itu beneran.. melahirkan mungkin? Sampai lo melahirkan? Tinggalah sama gue...” Acha tercekat. Oh God.. does he can read my mind?!!
“ HEH! Lo sinting ya! Gue ngak hamil! Gue pikir setelah 2 minggu gue diemin lo, lo akan ngerti, this only not about our, but there’s a one person again!” teriak Acha yang mungkin kekuatannya mencapai 12,5 skala richter!
“ gue sadar, gue tau.. jadi sebaiknya kita akhiri semua ini... gue ga mau nyakitin lo, tapi kalo kenyataannya lain.. dan lo hamil, gue harus bertanggung jawab“
“ astaga gue beneran geli denger omongan lo! OKE sekali lagi gue tegasin! GUE NGAK HAMIL!! Paham?!!! Dan kalo lo mau ini berakhir, kita akhiri!!” lalu Acha pergi meninggalkan Rakka. Napasnya terasa berat.. ia tak mungkin mengakui bayinya.. karena Rakka tidak pernah menganggap itu penting.. ia tak menginginkannya, bahkan saat ini Rakka sudah menyinggung tentang berpisah a.k.a cerai.
“ Acha gue belum selesai!!” teriak Rakka, namun Acha tak menggubrisnya, ia terus berjalan tanpa menoleh lagi. Rakka mengejarnya sampai kamar, saat hendak mencoba masuk kamar Acha, Acha menyadari bahwa Rakka mengikutinya, langsung siap menutup pintu kamar. Pintu itu tidak sepenuhnya tertutup Rakka menahannya.
“ Apaan sih lo Kka!!!” bentak Acha sambil tetap berusaha menutup pintu. Disisi sebaliknya Rakka juga sedang sekuat tenaga membuka pintu itu “ gue belum selese ngomong, jangan main kabur aja!” bentak Rakka balik. tapi Acha terlanjur sakit hati, dia bahkan ga tau apa setelah ini dia masih mau ngomong sama Rakka.
BRAAAKK.. pintu sukses terbuka, ternyata kekuatan alam selalu benar, wanita tidak mungkin menang melawan pria itu sebabnya wanita diciptakan untuk dilindungi bukan disakiti!
Acha terjungkal kelantai, Rakka yang melihat itu langsung menghampiri Acha. Tidak! Pergelangan Acha terkilir. Rakka merengkuh Acha hendak menggendongnya, namun tangannya ditepis sang pemilik tubuh, masih ada rasa sakit dihatinya!.
“ please Achaa....!” Rakka menghembuskan napasnya kuat-kuat berharap bisa meredam suaranya. Akhirnya Acha menyerah, keras kepala bukan hal yang benar untuk saat ini, ia tidak mau bersusah payah naik ke atas kasur. Dan bersamaan dengan kakinya yang sakit, perutnya juga tiba-tiba sakit.
Rakka membaringkan Acha, kemudian duduk dipinggiran kasur menghadap Acha yang sudah duduk disenderan tempat tidur. Lalu meraih pergelangan kaki Acha yang terkilir.
“ harusnya lo jangan keras kepala!” ujar Rakka kemudian berlalu mengambil sesuatu dilaci Acha. Matanya meneliti ditengah kegelapan, ya kamar Acha hanya disinari lampu kecil yang hanya mampu menimbulkan cahaya orange samar.
Rakka menyentuh sesuatu, benda lonjong dingin dan keras, Ahh mungkin itu saleb pendingin, lantas Rakka lansung mengambilnya, dan membawanya ketempat yang lebih bercahaya. Ia duduk disamping Acha lagi, Acha hanya menatapnya sambil menguruti pelan kakinya serta membelai perutnya yang masih sakit... semoga bayinya tidak apa-apa.
 Rakka sempat bingung dengan bungkus saleb itu. aneh! Batinnya, tapi tak mengurungkan niatnya untuk membuka, setelah membukanya barulah Rakka tau apa isi kotak itu yang sebenarnya.. testpack dua garis positif yang diberikan Silla kepada Acha 5 hari yang lalu. Rakka terpaku, tubuhnya membeku, menyaksikan benda milik Acha itu. seneng atau apaya?
Acha menatap Rakka, kemudian beralih ke benda yang tengah dipegang Rakka. Astaga! Benda itu! kenapa ada ditangan Rakka. Batin Acha matanya melotot Argh! Ia menyesal kenapa tidak langsung membuang benda itu saat menerimanya, dan kenapa malah mencobanya! Akhirnya ia malah mengetahui hal yang ia takutkan. Rakka menatapnya penasaran seakan bertanya –ini apaan cha?- Acha meneguk ludah susah payah, mencoba mengumpulkan udara untuk bernapas!. Rakka semakin tajam menatapnya meminta penjelasan.
“ lo hamil Cha?” kata-kata itu meluncur begitu saja, seperti tak dapat dibendung. Acha semakin susah bernapas. matanya melukiskan rasa takut yang amat!. Ia menunduk tak mau lagi menatap Rakka.
“ Cha! Lo hamil?” ulang Rakka sambil mencengkram pelan bahu Acha. Acha tak bisa menjawabnya ia hanya menangis. Rakka menatap Acha tak mengerti, kenapa wanita itu tidak berkata apa-apa, malah terkesan menyembunyikan masalah ini. Rakka menegapkan badannya. Kemudian menatap Acha penuh tanya.
“ iii..ii.. itu punya.. Silla, bukan punya gue kok!” Ujar Acha dengan nada meyakinkan yang justru terkesan gugup.
“ Bohong! Lo pasti bohong, ga mungkin ini punya Silla. Diakan belum nikah dan ga punya pacar.. ga mungkin dia hamil!” Rakka berteriak sambil mencengkram benda itu + natap Acha tajam
“ eh! Waa lo ga boleh tau ngolokin Silla gitu, dia itu diem-diem pacarnya banyak!”
“ eh lo pikir dengan punya banyak pacar Silla bisa gampang hamil, jadi Silla...” Rakka memicing, berekspresi seakan-akan menerka dan itu membuat Acha membelalak kira-kira apa yang dipikirin Rakka.
“ bisa jadi Kka, kan sekarang lagi jaman tuh One Stand Night sembarangan!” ujar Acha sambil angguk-angguk. PLETAK! Rakka menjitak kepala Acha lagi~
“ Eh otak lo didengkul ya! Lo kenal Silla udah berapa lama sih?! Ga yakin gua bertahun-tahun.. temen macam apalo, bisa-bisanya nuduh sahabatnya kaya gitu! “
“ kok lo jadi belain Silla!!”
“ Yaiyalah, anak PG 3 tahun juga kalo diceritain bakal bela Silla! Sekarang jujur ajadeh! Atau gue..” Rakka kembali membungkuk, mendekat ke wajah Acha.
“ STOP! Mau apalo?!! ” Acha reflek menutup bibirnya dan mundur beberapa senti.
“ tukan.. semua alasan lo itu payah. udahlah ngaku aja! ini punya lo kan?!” Acha meringis pelan otaknya berputar mencari alasan yang semoga dapat melumpuhkan semua kecurigaan Rakka.
“ Bukan! Itu punya Silla! Mungkin ajakan bukan dia yang make bisa aja emaknya atau pembantunya mungkin “ ARGH alasan yang ga banget, mana bisa melumpuhkan kecurigaan Rakka, yang ada Rakka ngakak kali denger alasan yang mirip kaya ocehannya Acha.
“ ckckck.. ga ini punya lo!” ulang Rakka matanya menyipit.
“ Bukan!” balas Acha lebih nyaring
“ terus lo pikir deh kalo lo tetep kekeh ini punya Silla napa ada dikamar lo, lo nyolong gitu dari Silla buat observasi? Atau mau buat pratice?” Acha membelalak, apanya yang pratice!!
“ maksud lo apa?!!!” lalu seketika raut wajah Rakka berubah, tatapannya lebih dalam menembus ke dalam hati Acha.
“ apa lo ga suka kita punya anak Cha?”
“ kenapa lo ga mau bilang sama gue, kenapa lo sembunyikan!” ujar Cakka suaranya pelan dan tenang, sudah cukup Acha menyembunyikan hal itu. sekarang mungkin saatnya.
“ gue takut Kka.. lo ga menginginkan dia..” jawab Acha pelan. Tak banyak kata lagi Rakka langsung memeluknya.
***
“apa ini?” aku terbangun di tempat yang tak asing bagiku hanya saja aku mendengar suara yang sangat asing, langit-langit diluar berwarna biru keabu-abuan. Ternyata sudah subuh, selain itu diposisi ini aku bisa merasakan ada alas empuk yang ku sandari. Ada detakan yang kuat. Aku meraba sekelilingku... ini..
Aku terlonjak kaget saat tau bahwa alas empuk itu ternyata adalah Rakka, ternyata semalam bukan mimpi kami memang tidur. Aku beralih pada Rakka, ia menyenderkan kepalanya diatas kepalaku, aku memegang kepalanya mencoba menyingkirkan itu tapi sebisa mungkin aku berusaha agar ia tak terbangun, aku menyentuhnya pelan dengan dua telapak tanganku, Sungguh wajah yang Lugu sangat jauh dibandingkan saat ia terbangun. Aku menatapnya teduh
DEG...
Dan kini aku benar-benar mati rasa saat kepala itu malah menyender dibahuku, sebenarnya aku ingin membiarkannya, seperti apa yang ia lakukan tadi malam padaku. Tapi sekali lagi.. aku tidak bisa melakukan itu.
Ya Tuhan, apa aku tidak bermimpi tadi malam. Dia benar-benar sudah tau bahwa aku hamil? Aiishh! Aku mengetuk kepalaku. Bodoh! harusnya dia jangan sampai tau.. tapii..
Aku kembali terkejut saat ia tiba-tiba saja melakukan gerakan, dengan cepat aku melepaskan kepalanya dan meletakkannya dibantal. Saat aku berusaha bangkit, sebuah tangan menyekalku, aku menoleh kearah belakang, Rakka sudah terbangun dan menatapku resah.
“Rakka!” aku menatapnya
“jam berapa nih?” tanyanya sambil menguap. Hanya itu yang ingin ia tanyakan! Dia kembali menjadi orang yang menyebalkan rupanya.
“jam 6” jawabku singkat. Ia berdecak. Terlambat kerja, pasti itu yang sedang ia pikirkan.
“hari ini ngak usah masuk kerja aja Kka... ngapapakan, toh itu juga Perusahaan punya papah lo” Ujarku mengetahui kegelisahannya. Ia menggeleng
“jangan mentang-mentang punya papah terus gue bisa seenaknya. gue punya tanggung jawab! Lagian kok bisa ya gue tidur disini? Aaa.. lo ya yang bawa gue kesini?” aku menganga tak percaya, gimana bisa dia mikir gitu, jelas2 tadi malam yang maksa2 masuk itu dia! Lagipula mna mungkin aku mampu membawa tubuhnya yang lebih besar dariku itu kesini!!.
“ HEH SARAP! Lo amnesia ya, yang tadi malam maksa masuk siapa hah! Lagian pake logika dong mana bisa gua bawa badan lo yang notabene lebih gede dari gue itu kesini!!” Aku menoyor kepalanya. Ia hanya nyengir, aku mentapnya sebel.
“ jangan salah dong, biar lo lebih kecil tapi lo lebih ganas tau.. ingetkan waktu.. emm.. ” Aku mendelik gusar. Memangdangnya dengan tampang yang aku buat sesangar mungkin. Kurang ajar! Dia masih bisa bercanda setelah membuatku ketakutan.
“ hahaha iya bercanda!  ” Rakka masih nyengir.
“ emm.. tapi lain kali bolehkan kita ngulangin.. emm ” Ujarnya sambil mengedipkan mata. Bahunya sengaja ia tabrakkan pada tubuhku. Aku mendelik ngeri
“Rakka...!!” Ujarku menjambak rambutnya, hendak menyemburkan segala amarahku, namun akhirnya aku urungkan, kalian tau kenapa? Dia bukan menatapku lagi, tapi semakin mendekatkan wajahnya kewajahku... oohh jangan bilang dia mau.... aaaaa. Aku sontak menutup mataku, jantungku berdetak cepat.
“ itu ada belek Cha..” hah? Apa tadi? Aku cepat membuka mataku, tak ada kecupan atau lumatan. aku menatap tubuhnya yang keluar pintu itu bengong.
.. kok? Aku pikir dia mau ...... ternyata kok ......!.

END

Epilog
Aku berlari cepat menyeberang jalan, Ya aku memang sedang tergesa-gesa. Hari ini Silla mengajakku untuk bertemu, katanya ingin membahas tentang reuni yang sempat kami bicarakan waktu itu. Dan aku sangat telat. Aku menghentakkan kakiku cepat ditrotoar seberang restoran tempat kami berjanji untuk bertemu, banyak sekali mobil. Dan akhirnya aku memutuskan untuk nekat saja berlari, tak akan apa-apa. Namun sepertinya tidak, saat aku hampir menyebrang tiba-tiba saja dari arah kanan ada sebuah mobil yang melaju cepat, aku tidak dapat kembali, dan kakiku seperti tak mampu bergerak.
BRAAKK
aku dan mobil itu berbenturan cukup keras dan aku merasakan tubuhku terhempas jauh, tiba-tiba aku memikirkan bayi yang sudah dua bulan aku kandung, apa yang akan terjadi padanya, sekuat tenaga aku mencoba melindunginya,.. anakku. Saat itu, sebelum semua terasa gelap, aku mendengar suara yang sangat aku kenal, ia memanggil-manggil namaku, Rakka aku mendengar suaranya disampingku. Hingga akhirnya semuanya gelap.
****
Senyap. Sepanjang hembusan napas yang aku buat, rasanya semakin berat. Seluruh tubuhku tak dapat digerakkan. Aku ingin berbicara, sesuatu yang belakangan ini selalu mengusik pikiranku. Sesuatu yang tak pernah bisa aku katakan, hingga saat ini. Mengapa rasanya semakin hampa? Aku merasakan oksigen disekitarku semakin menipis, apakah ini artinya aku akan pergi. Jangan!. Aku ingin mengatakan sesuatu, aku ingin membuka mataku lalu melihatnya lagi. Aku ingin mengatakan “aku tidak ingin jauh darinya dan aku mencintainya
Acha membuka matanya perlahan, Rakka cepat mendekatinya.. sudah 2 hari sejak kecelakaan itu, Acha tak sadarkan diri.
“ Acha kamu udah sadar, sayang?” ucap Rakka terlihat raut kekhawatiran diwajahnya.
“ akuu.. anak kita?” ucap Acha cepat ketika tersadar bahwa acha sedang hamil muda
“ dia baik-baik aja kok sayang, dia masih bobo disini...” ujar Rakka pelan seraya membelai perut acha. acha menghembuskan napas lega.
“ sayang yang kuat ya disana.. mama berharap banget sama kamu..” batin Acha sambil membelai-belai perutnya. Rakka tersenyum melihat hal itu, ada rasa kebagian tersendiri membayangkan saat nanti anaknya lahir
“ lagian kalo nyebrang jalan itu hati-hati! Lo udah hampir bikin gue bunuh diri dengan kecerobohan lo itu!” omel Rakka sekenanya. Acha menatapnya protes. Baru juga sadar udah diomelin aja!.
“ maaf.... “ balas Acha sambil menunduk. Rakka tersenyum bijak, lalu membelai rambut gadis itu penuh rasa sayang.
“ iyadeh dimaafkan” balas Rakka. Acha kontan tersenyum, rasanya tak percaya dia akhirnya bisa melihat laki-laki ini, dan yang paling membuatnya bahagia adalah bayi kecilnya itu tidak kenapa-napa, sungguh mukjizat.
“ Rakka...” Acha memanggil Rakka
“ kalo seandainya gue ga pernah bangun lagi... apa yang bakal lo lakuin Kka?” tanya Acha, Rakka menatapnya tajam “ ngikhlasin lo lah!.. gimana lagi?” ujar Rakka kemudian, Acha berdecak sambil cemberut, bukan jawaban itu yang dia ingin!
“ oohh gitu ya udah kenapa gue bangun ya? Kenapa ga mati aja!” balas Acha. Rakka langsung ngakak ketawa liat muka Acha yang cemberut, itu membuat Acha semakin jengkel.
“ iyadeh.. becanda kok, jangan ngambek dong jelek banget tau” Rakka mengusap kepala Acha lembut. Acha memandang Rakka lekat-lekat, dia ngak pernah nyangka kalo dia dan Rakka akan punya kehidupan yang bukan diatas kertas, kehidupan yang nyata. Tak terasa Air mata Acha menitik “ kok nangis sih ? tambah jelek tau” Acha menampar bahu Rakka sambil cemberut udah dua kali Rakka bilang dia jelek selama dia sadar “.. masih berlaku ga pertanyaanya?” tanya Rakka kemudian, Acha terkesiap menatap Rakka bola mata beningnya itu bergerak-gerak polos.
“ oke itu gue anggap iya aja deh..” ujar Rakka lagi, kemudian menghembuskan napas.
“ Cha, mungkin lo ngak tau, sejak pertama kita ketemu gue udah mulai merasakan getaran aneh yang selalu bikin gue pengen dan pengen lagi ketemu lo. terus saat nyokap bilang gue harus nikah sama lo sebenernya gue suka, tapi yaaa... gue sok-sokan nolak. Dengan nikah sama lo gue akan tau karakter lo dan apa yang membuat gue sampai ga bisa berpaling tapi gue ngak pernah menemukan itu.. saat menikah sama lo, dan tinggal dalam satu atap diam-diam gue selalu memperhatiakan lo, dan saat kita berantem atau berdebat tentang hal-hal kecil kaya anak kecil, diam-diam gue senyum dan bahagia.. dan saat lo sedih ada getaran lain lagi yang menyerang gue... aku selalu kangen sama kamu Cha.. aku sayang sama kamu.. aku cinta sama kamu....” Rakka menggenggam jemari Acha.
“ jadi kamu udah taukan apa jawabanya, .. tanpa kamu atau ga ada kamu.. aku mungkin bisa hidup tapi ga bisa normal... ‘cause everything my brain, my heart, my body and all only u..”